Jumat, 21 Januari 2011

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

A.  Konsep Dasar Penyakit

1.      Definisi
a.       Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
b.      Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
c.       Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
d.      Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
e.       Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

2.      Epidemiologi

                        Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita asfiksia di RS profinsi di Indoensia (Jawa Barat). Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan propinsi.

3.       Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
·         Hipoksia ibu
·         Keracunan CO
·         Hipotensi akibat perdarahan
·         Gangguan kontraksi uterus
·         Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
·         Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta
·         Plasenta tipis
·         Plasenta kecil
·         Plasenta tidak menempel
·         Solusio plasenta
·         Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus
·      Kompresi umbilikus
·      Tali pusat menumbung
·      Tali pusat melilit leher
·      Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
·      Prematur
·      Kelainan kongential
·      Pemakaian obat anestesi
·      Trauma yang terjadi akibat persalinan
4.       Faktor predisposisi
·      Faktor dari ibu
ü  Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
ü  Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
ü  Hipertensi pada eklampsia
ü  Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae

·      Faktor dari janin
ü         Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
ü         Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
ü         Keruban keruh



5.       Patofisiologi
                        Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
                        Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

6.       Klasifikasi
v  Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1.
Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)

v  Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

7.       Gejala Klinis
a.       Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
·      Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
·      Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
·      Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b.      Pada bayi setelah lahir
·       Bayi pucat dan kebiru-biruan
·       Usaha bernafas minimal atau tidak ada
·        Hipoksia
·       Asidosis metabolik atau respirator
·       Perubahan fungsi jantung
·       Kegagalan sistem multiorgan
·      Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
·      Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

8.       Pemeriksaan Fisik
a.       Kulit                     : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,                               pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b.      Kepala                  : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal                                        haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c.       Mata                     : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding                                     konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan                                 refleksi terhadap cahaya.
d.      Hidung                 : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan                                 lendir.
e.       Mulut                   : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f.       Telinga                 : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g.      Leher                    : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h.      Thorax                  : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara                                  wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari                                                  100 x/menit.
i.        Abdomen             : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae                            pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti                                       adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,                                bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering                                    terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
j.        Umbilikus             : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-                               tanda infeksi pada tali pusat.
k.      Genitalia               : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan                                   letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan                                      lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus                                          keputihan, kadang perdarahan.
l.        Anus                     : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar                                serta warna dari faeces.
m.    Ekstremitas          : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya                                     patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari                                    tangan serta jumlahnya.
n.      Refleks                 : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan                                        sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai                                   keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang
                               (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 :                                 109-356).

9.       Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a.       Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
·         Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
·         Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
·         Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
·         Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b.      Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
·         pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
·         pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
·         pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
·         HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c.       Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
·         Natrium (normal 134-150 mEq/L)
·         Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
·         Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d.      Foto thorax
·         Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
10.   Prognosis
·           Asfiksia ringan/normal     : Baik
·           Asfiksia Sedang               : Tergantung kescepatan penatalaksanaan bila cepat                                             prognosa baik.
·           Asfiksia berat                   : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,                                        atau kelainan syaraf permanen.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainanneurologis yang permanen misalnya cerebral palsy, mental retardation (wirjoatmodjo, 1994 : 68).             

11.   Therapy/Tindakan Penanganan
            a. Terapi Suportif
                        Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir     yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala      sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-     tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1.  Memastikan saluran nafas terbuka :
·         Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
·         Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
·         Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
·         Lakukan rangsangan taktil
·         Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
        Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
            Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
            1. Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

            2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
               Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama  memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak.  Jika tindakan ini tidak berhasil bayi  harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
               Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2  menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

            b. Terapi Medikamentosa
               1. Epinefrin
                   Indikasi:
· Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
· Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
               2. Volume Ekspander
                   Indikasi:
·      Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi.
·      Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
                   Jenis Cairan :
·      Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
·      Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
            3. Bikarbonat
                Indikasi:
·      Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
·      Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia  Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
                 Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
                 Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara   i.v dengan kecepaten min 2 menit.
                Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari                                          bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
            4. Nalokson
                 Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan       depresi pernapasan.
                 Indikasi:
·      Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan                   narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
·      Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
·      Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai                         pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-                   tiba pada sebagian bayi.
     Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
     Cara : i.v endotrakheal atau bila  perfusi baik diberikan i.m atau s.c

B.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.  Sirkulasi           
·         Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
·         Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
·         Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
·         Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
·           Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
·           Berat badan : 2500-4000 gram
·           Panjang badan : 44-45 cm
·           Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
·           Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
·           Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
·           Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
·           Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
·           Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
·           Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
·           Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
·           Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2)      Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3)      Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4)      Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
5)      Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6)      .Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.


3.      Rencana Tindakan dan Rasionalisasi
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.

1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
4. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.

1. pengumpulan data untuk perawatan optimal
2. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. meminimaliasi penyebaran mikroorganisme
4. untuk mengetahui efektifitas dari suction.
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

1. untuk membersihkan jalan nafas
2. guna meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki status kesehatan
3. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
4. perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
5. terapi oksigen dapat membantu mencegah gelisah bila klien menjadi dispneu, dan  ini juga membantu mencegahedema paru.
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal

1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan.
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah

1. . membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
2. . membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis
1. untuk mencegah infeksi nosokomial
2. untuk mencegah infeksi nosokomial
3. untuk mencegah keadaan yang kebih buruk.
4. untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam deteksi awal suatu penyakit.
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.

1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor TTV.
4. Monitor adanya bradikardi.
5. Monitor status pernafasan.
1. untuk menjaga suhu tubuh agar stabil.
2. untuk mendeteksi lebih awal perubahan yang terjadi guna mencegah komplikasi
3. peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
4. penurunan frekuensi nadi menunjukkan terjadinya asidosis resporatori karena kelebihan retensi CO2.
Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.

1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.

1. untuk mengetahui tindakan yang tepat untuk diberikan
2. untuk mempersiapkan psikologi keluarga
3. untuk memanfaatkan dukungan yang ada dari keluarga.
4. untuk mengatasi situasi yang tidak terduga.


4.      Evaluasi
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan d
emam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)

NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3.
Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3.
Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Pathway


Daftar Pustaka

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC.
Edisi 7. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar